Ekonomi Indonesia Diproyeksikan Tumbuh 5,3% Di Triwulan IV-2022


 Hilir mudik orang lalu lalang di Jalan Kebon Kacang, Jakarta Pusat, tepatnya di dekat mall Grand Indonesia dan Plaza Indonesia. Tua muda, anak-anak, berdatangan tak hanya keluar masuk mal. Melainkan menuju kawasan 'Food Streat' yang tak jauh dari pusat perbelanjaan kalangan elite.

Lebih dari 50 kios pedagang kali lima (PKL) berjejer di pinggir jalan. Kios-kios ini tak pernah sepi dari pengunjung. Makin malam, makin ramai, sering kali menimbulkan kemacetan.

Maklum saja, pengunjungnya beragam, dari pegawai sekitar hingga mereka yang sengaja datang jauh-jauh untuk menikmati sajian kuliner jalanan. Mereka bahkan rela antre berjam-jam untuk mencicip menu makanan yang ramai diperbincangkan di jagat media sosial.

Tak hanya warung dan PKL yang ramai. Berbagai restoran di dalam mal juga terlihat ramai pengunjung. Ada yang datang bersama keluarga atau sekedar kawan. Menikmati menu andalan yang jadi jagoan restoran.

Presiden Joko Widodo mengaku senang dengan kondisi ekonomi Indonesia tersebut. Dia mengaku pernah menyempatkan diri melihat aktivitas malam hari masyarakat. Matahari memang sudah tenggelam, namun aktivitas ekonomi terus bergeliat.

"Saya tuh malam-malam lihat-lihat. Senang saya. Warung-warung makan, restoran-restoran buka , mengantre ramai. PKL di jalan juga ramai. Seneng saja," ungkap Jokowi saat memberikan sambutan di Istana Negara, Jakarta, Senin (19/12) lalu.

Geliat aktivitas tersebut menyiratkan daya beli masyarakat masih tinggi. Tingkat konsumsi yang menjadi salah satu komponen pendorong pertumbuhan ekonomi. Padahal, saat ini ada ancaman resesi global sudah di depan mata. "Artinya daya beli ini dan ekonomi tumbuh positif," ungkap Jokowi.

Dalam setiap pidatonya, Jokowi selalu mengingatkan kondisi ekonomi global tahun 2023 tidak akan mudah, suram bahkan gelap. Dampak perang antara Rusia dan Ukraina masih terus berlanjut tahun depan dan entah sampai kapan. Jika pun perang usai, kondisi ekonomi global tak lantas berubah seketika seperti sediakala.

Belum lagi krisis energi di Eropa serta kembali memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China hingga inflasi yang meningkat tajam di berbagai negara maju. Dunia masih terus dihantui krisis multidimensi sekalipun Indonesia telah berupaya pulih dari pandemi Covid-19. Memang sudah mulai membuahkan hasil namun ternyata capaian itu masih menyisakan dampak lanjutan beberapa tahun ke depan.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebut tahun depan Indonesia akan mengakhiri masa inflasi rendah. Harga-harga pangan dan energi diperkirakan akan semakin mahal. Bahkan Indonesia berpotensi mengalami kenaikan inflasi hingga 5,5 persen tahun depan. Hal ini sebagai mana yang diramalkan beberapa lembaga internasional. Bank Dunia meramal inflasi Indonesia tahun 2023 sebesar 4,5 persen, IMF 5,5 persen dan ADB memperkirakan 5,0 persen.

Kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah belum lama ini menjadi indikasi mahalnya harga pangan di tahun depan. Menjelang akhir tahun pemerintah mengeluarkan izin impor beras sebanyak 500 ribu ton beras lewat Perum Bulog.

"Indikasi impor beras yang dilakukan pemerintah mengantisipasi gejolak harga pangan tahun depan," kata Bhima.

Tekanan inflasi yang tinggi juga masih akan dialami banyak negara. Sebagaimana ADB yang memproyeksikan tingkat inflasi di Asia bisa mencapai 4,2 persen. Tercatat ada negara yang juga akan mengalami tingkat inflasi lebih tinggi dari Indonesia, yakni India (5,8 persen), Singapura (5,5 persen), dan Malaysia (5,0 persen).

Pejuang NKRI

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama