Bakal calon presiden Ganjar Pranowo mengatakan banyak masyarakat yang mempertanyakan sudah sejauh mana agenda Reformasi 1998 dilaksanakan.
Terutama mengenai korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan pemerintah.
"Begitu banyaknya masyarakat mempertanyakan salah satu agenda reformasi yaitu penegakan hukum yaitu anti KKN," kata Ganjar saat ditemui wartawan di Kompleks GBK, Jakarta, Minggu (29/10).
Jika ada aturan hukum yang mengalami keterbatasan dalam menjangkau persoalan KKN, aturan tersebut mesti ditinjau ulang.
Ganjar mengaku telah berbicara dengan bakal calon wakil presiden Mahfud MD mengenai hal ini.
"Kalaulah kemudian tidak bisa menjangkau dalam pelaksanaannya maka saya rasa mesti ada yang direview," jelas Ganjar.
Ganjar menyatakan bahwa aktor penegakan hukum yang dipilih untuk menegakkan hukum memiliki peran sangat penting.
Terlebih, menurut Ganjar, salah satu cita-cita masyarakat setelah 1998 adalah pemerintahan yang bebas dari KKN.
"Aktor menjadi penting maka memilih aparat penegak hukum yang teguh yang kemudian bisa betul-betul imparsial maka itu menjadi penting," tutur Ganjar.
"Pasti rakyat akan kecewa karena dulu tahun 1998 terjadi sebuah perubahan besar pasti menginginkan adanya perbaikan-perbaikan dalam sistem ketatanegaraan salah satunya anti KKN," tambahnya, Selasa (31/10/2023).
Isu tentang KKN mencuat dalam beberapa waktu belakangan ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan salah satu gugatan uji materi terhadap pasal tentang syarat capres-cawapres dalam UU Pemilu.
Putusan MK membuat putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi cawapres meski belum berusia 40 tahun. Kini, Gibran sudah didaftarkan ke KPU. Dia menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi membela Jokowi dan Gibran dari tudingan politik dinasti. Menurutnya, dinasti politik tidak berlaku dalam alam demokrasi, karena masyarakat yang mencoblos langsung pemimpinnya di pemilu.